gravatar

FENOMENA WAJIB MILITER SEBAGAI BENTUK PERAN SERTA RAKYAT DALAM PERTAHANAN NEGARA

A. Wajib Militer dan Kaitannya dengan Pertahanan Negara
Secara konsepsi, fenomena wajib militer didasari konsep demokrasi yang mensyaratkan partisipasi aktif warga negara tanpa diskriminasi terhadap jenis kelamin, suku, dan ras, serta persamaan hak untuk membela negara. Di beberapa negara demokrasi, wajib militer juga memiliki payung hukum sebagai sumber daya pertahanan negara dalam menghadapi ancaman dan situasi perang.
Hampir semua doktrin pertahanan negara mencantumkan tanggung jawab setiap warga negara, secara politis ataupun moral, untuk berkontribusi mempertahankan eksistensi negara terhadap ancaman (invasi) dari luar. Wajib militer dalam pengertian sederhana dapat dipandang sebagai pelibatan warga negara sipil ke dalam organisasi kemiliteran atas dasar menjalankan tugas-tugas kenegaraan dalam bentuk mobilisasi. Dalam perspektif keamanan tradisonal, yang menggunakan konsep sistem pertahanan rakyat semesta (Total Defence System), wajib militer merupakan prasyarat tak terhindarkan. Asumsi ini dengan alasan bahwa pertahanan semesta memfungsikan semua komponen bangsa sebagai alat pertahanan.
Wajib militer juga dikenal dengan istilah compulsory military service. Istilah ini dipakai di Singapura, Iran, dan Amerika Serikat. Dalam mengelola cadangan strategis, Indonesia tertinggal dari dua negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Singapura sudah menerapkan wajib militer sejak tahun 1976, sementara Malaysia mulai menerapkan wajib militer pada 2002. Di Iran, wajib militer juga digunakan sebagai pemenuhan hak ekonomi warga negara dengan mewajibkan kerja sosial bagi warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang setingkat SMU dan perguruan tinggi. Sementara Korea Selatan menetapkan wajib militer sebagai prasyarat bagi para pencari kerja.
Pada Perang Dunia II, Amerika Serikat mempromosikan concription untuk membentuk citizen soldier yang membebaskan Eropa dari ancaman “setan fasisme”. Concription dibentuk tidak hanya semata-mata atas dasar instruksi negara, tetapi juga atas dasar kesukarelaan dari warga negara. Citizen soldier melibatkan warga negara yang memiliki pekerjaan tetap, cukup umur, juga pada warga negara yang akan berpergian keluar negeri.
Wajib militer juga diberlakukan guna menghadapi situasi perang atau ancaman terhadap eksistensi negara dari luar negeri. Sebagai contoh, status adanya ancaman perang diberlakukan di Iran karena adanya potensi ancaman terhadap kondisi keamanan negara dari negara tetangga. Status yang sama juga diberlakukan di negara-negara seperti Korea Selatan dan Israel. Penerapan wajib militer bagi negara dalam ancaman perang dan status perang dilakukan berdasarkan kebutuhan (temporary). Sementara wajib militer yag bersifat permanen diterapkan oleh negara-negara dengan jumlah penduduk yang terbatas, seperti Singapura dan Swiss misalnya. Keterbatasan jumlah militer aktif menjadi alasan utama untuk membekali semua warga negara memiliki kemampuan pertahanan negara. Wajib militer di negara-negara ini memiliki payung hukum legal dan ketentuan khusus seperti usia, pekerjaan, prosedur perekrutan, dan masa dinas.

Argumentasi wajib militer lainnya adalah pembentukan semangat bela negara (patriotisme) di kalangan generasi muda, serta sebagai komponen cadangan pertahanan negara. Merujuk konsep modern defence (profesional military) jumlah tentara haruslah terbatas, keahlian tinggi (expert), serta persenjataan high tech. Tentara profesional berfungsi sebagai special force dan wajib militer menjadi tenaga volunteer paruh waktu untuk misi kemanusiaan atau dimobilisasi di masa perang. Konsep bela negara tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

• Pembelaan Negara sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara
Negara kesatuan RI dilandasi semangat merdeka dan berdaulat para pendiri Negara, yang kemudian secara formil di rumuskan dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Secara aktual, bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara kesatuan RI yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam menjamiin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Kesadaran bela negara di bangun sebagai bagian dari penyelerenggaraan pertahanan negara, yang dipersiapkan pemerintah secara dini dalam sistem pertahanan negara bersifat semesta.
Upaya bela negara selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang di laksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, rela berkorban demi pengabdian kepada negara dan bangsa. Keikutsertaan warga negara dalam pembelaan negara sebagai pelaksanaan hak dan kewajibannya itu di selenggarakan di antaranya pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai profesi bagi seluruh warga negara.

• Pembinaan kesadaran Bela Negara dalam Pembinaan potensi pertahanan
Sistem pertahanan Negara bersifat semesta, menempatkan lembaga di luar bidang pertahanan sebagai unsur-unsur lain kekuatan bangsa dalam menghadapi ancaman non militer.

• Faktor yang mempengaruhi Penyelenggaraan pembinaan kesadaran bela Negara
A. Faktor Eksternal
1) Globalisasi
Negara-negara besar dan maju dengan segala kekuatannya melakukan berbagai tekanan terhadap negara lain terutama Negara berkembang, yang dinilai kurang menjunjung tinggi HAM, demokratisasi, dan lingkungan hidup.
2) Demokratisasi, HAM, dan Lingkungan Hidup
Mengemukanya tuntutan demokrasi mengakibatkan paham kenegaraan yang cenderung merubah orientasi pemerintahan untuk selalu dapat mengakomodasikan aspirasi rakyat dalam setiap menetapkan kebijakan, sehingga dalam penyelengaraan demokrasi terkadang kurang memperhatikan faktor keamanan.


3) Perkembangan Lingkungan Nasional
Gerakan separatis telah bersikap lebih berani dengan muncul secara terbuka di beberapa tempat, bahkan muncul dengan kekuatan bersenjata serta kekuatan yang terorganisir. Konflik horizontal sering terjadi dengan menggunakan senjata tanpa mempertimbangkan akibat terhadap kepentingan masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

B. Faktor Internal
1. Penyelenggara Negara
Belum adanya keterpaduan program antar departemen khususnya tentang program peningkatan kesadaaran bela negara. Pembangunan mental kebangsaan berupa kesadaran bela negara tidak di jalankan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
2. Masyarakat
Sebagian masyarakat masih memiliki persepsi bahwa bela Negara merupakan kegiatan kemiliteran yang menjadi tugas TNI. Padahal bela Negara dapat mewujud pada setiap kegiatan sesuai bidang dan profesi masing-masing.

Di Indonesia, wajib militer wacana perihal wajib militer sendiri bermula dari pembentukan Sekolah Perwira Wajib Militer ABRI atau disingkat menjadi SEPAWAMIL ABRI, merupakan sekolah tempat mendidik perwira-perwira wajib militer bagi Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, da Kepolisian Negara RI.
Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 30 ayat 1 yang berisi ketentuan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara. Kemudian keteapan MPR No. : XXIV/MPRS/1966 pasal 3 ayat 6 menetapkan, bahwa seluruh rakyat atas dasar kewajiban dan kehormatan sesuai dengan kemampuan individualnya, harus diikut sertakan dalam segala usaha pertahanan keamanan disamping dan bersama ABRI. Lebih jauh lagi, UU No. 66 tahun 1958 tentang Wajib Militer pasal 2 ayat 1 dan Peraturan Pemerintah pengganti UU No. 40 tahun 1960, menetapkan bahwa setiap warga negara menjadi pewajib militer mulai tahun takwin ia mencapai 18 tahun sampai tahun takwin ia mencapai umur 50 tahun.
Namun, hal ini berganti seiring pembahasan RUU Komponen Cadangan Strategis. Usulan tersebut berpijak pada Undang-Undang No.3/2002 tentang Pertahanan Nasional bahwa dalam menghadapi ancaman TNI ditempatkan sebagai komponen utama, selanjutnya ada komponen cadangan dan pendukung.
Kini, RUU Komponen Cadangan adalah membentuk kekuatan nyata yang dapat dimobilisasi untuk menghadapi ancaman militer dalam perlawanan bersenjata secara fisik. Komponen cadangan terdiri atas warga negara, sumber daya alam maupun buatan, serta sarana prasarana nasional yang harus dibentuk dan disiapkan sejak dini, agar dapat dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.


Komponen Cadangan: terdiri dari masyarakat yang telah mengikuti wajib militer.

Komponen Pendukung:
1. Para Militer
a. Polisi
b. Satpol PP
c. Linmas
d. Menwa
e. Organisasi Kepemudaan


2. TA/ Profesi
3. Industri
4. SDA/B dan SAR/ Press
5. Semua Warga Negara


Samuel P. Huntington dalam tulisannya The Soldier and the State, mendefenisikan otoritas politik sipil atas militer sebagai pemberian kekuasaan secukupnya pada profesional militer yang kompeten melalui kebijakan yang ditentukan penguasa sipil. Di sinilah program wajib militer menjadi sarana yang efektif mendorong TNI lebih profesional karena masyarakat sipil memiliki akses terhadap sektor keamanan. Dalam sistem pemerintahan demokratis, otoritas politik sipil yang mengatur dan memutuskan persoalan seperti wajib militer, anggaran militer, sistem persenjataan, pengerahan pasukan, dan aset militer.

B. Negara – Negara yang Memberlakukan Kebijakan Wajib Militer

• Belarus
• Mesir
• Norwegia
• Polandia
• Romania
• Rusia
• Siprus
• Singapura
• Suriname
• Swedia
• Swiss
• Taiwan
• Turki

• Venezuela
• Yunani
• Malaysia
• Brazil
• Bulgaria
• RRC
• Eritrea
• Estonia
• Finlandia
• Israel
• Korea Selatan
• Kroasia






BAB III
KESIMPULAN
ANALISA WAJIB MILITER SEBAGAI BENTUK PERAN SERTA RAKYAT
DALAM PERTAHANAN NEGARA; DAHULU, KINI, DAN NANTI

Menurut kami, fenomena wajib militer sebagai bentuk peran serta rakyat dalam pertahanan negara, telah mengalami sejumlah pergeseran, dari yang dahulunya dilakukan sebagai perwujudan nasionalisme yang mendalam dan cenderung sukarela, kini justru tak sedikit yang menganggapnya sebagai beban. Seperti yang terjadi di Korea, dimana para pemudanya mulai merasa terbebani oleh kewajiban wajib militer di negaranya.
Di sisi lain, konsep wajib militer sebagai bentuk peran rakyat dalam pertahanan negara dianggap dapat menghambat perekonomian di suatu negara. Dimana peserta wajib militer yang tak lain adalah orang-orang yang berada dalam usia potensial, justru ditarik untuk mengikuti kewajiban ini dan meninggalkan sektor perekonomian, yang terdiri dari perusahaan yang sangat bertumpu pada angkatan muda itu.
Disamping itu, dalam konstitusi negara, UUD 1945 pasal 30 ayat 2, ditegaskan bahwa :“Untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI, dan Kepolisian Negara RI, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Oleh karena itu, faktor rakyat dalam pertahanan negara bukan hanya sekedar difokuskan pada kebijakan wajib militer bagi warganya, namun lebih ditekankan pada optimalisasi peran rakyat dalam berbagai aspek seperti ekonomi, sosial politik dan lain-lain, yang juga tak kalah pentingnya dalam menjaga stabilitas pertahanan negara. Dan lebih mempfokuskan keterlibatan rakyat dalam faktor militer berdasarkan konsep sukarela, seperti kehadiran aparat penegak hukum negara layaknya TNI, dan Kepolisian Negara RI, sebagai kekuatan utama dalam pertahanan negara Indonesia.

Pengikut