gravatar

IGO

Ada banyak faktor yang membentuk peran negara dalam jaringan suatu organisasi, dan secara jelas bahwa negara berhubungan dengan kekuasaan. Dalam teori Realis dan Neo Realis, hegemoni kekuasaan global dan regional telah menciptakan IGO untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan pengaruh mereka. Pola dari pemerintahan global pun sering muncul agar mendukung kekayaan dan kekuasaan, namun hasilnya tidak selalu sesuai dengan distribusi kekuasaan. Sedangkan diplomasi multilateral mampu menangani banyak kesempatan untuk membangun koalisi dan inisiatif lain yang dapat diposisikan ke negara–negara kecil atau sebagai kekuatan menengah dalam mempengaruhi posisi pemimpinnya. Akan tetapi tidak semua negara memiliki kepedulian yang sama tentang isu-isu global dan agenda regional. Proses pengambilan keputusan dari beberapa IGO adalah hak istimewa suatu negara melebihi negara lainnya. Hal ini memberikan pengaruh-pengaruh tertentu dalam menghasilkan voting sistem di World Bank dan IMF dengan efek yang serupa. Negara-negara menggunakan organisasi internasional dengan cara yang berbeda sebagai bargaining power. Negara-negara juga dapat menggunakan organisasi internasional untuk mendapatkan cap kolektif dari penyetujuan aksi spesifik tertentu, sudut pandang dan prinsip-prinsip, cara untuk membuat peraturan baru, dan menyelesaikan perselisihan. Keberadaan organisasi global dan regional mengizinkan suatu negara untuk mencari forum terbaik untuk mengejar national interest-nya, namun pertemuan IGO juga memaksa pemerintah untuk mengambil posisi dalam isu-isu dari middle east sampai degradasi internasional, mulai dari arsip hak asasi manusia milik China sampai status wanita. Untuk mengkoordinasikan partisipasi dalam berbagai IGO dan memastikan partisipasi yang efektif, banyak pemerintahan telah mengembangkan spesialisasi dalam pengambilan keputusan dan proses implementasi seperti yang telah dilakukan antar komite. Secara internasional pemerintah menyetujui norma dan prinsip-prinsip, baik dalam hak asasi manusia, hukum laut atau dagang, dan memaksa negara untuk men-set kembali kebijakan mereka jika mereka mengharapkan keuntungan dan timbal balik dari negara-negara lain. Banyak cara yang dilakukan NGO dan grup pembela transnasional yang ingin mempengaruhi negara-negara. Banyak dari interaksi tersebut tergantung dari karakteristik kebijakan domestik, seperti budaya politik, norma, dan proses kebijakan, sikap dari kelompok sosial yang berbeda, dan juga opini publik. Negara nondemokratis, contohnya, membatasi kehadiran dan kegiatan dari NGO dalam wilayah mereka dan menentang partisipasi NGO dalam pemerintahan global.
Jika dilihat dari sudut pandang Liberal dan Konstruktifis, politik memainkan peran kunci dalam membentuk kebijakan negara, komitmen internasional, dan sikap terhadap pemerintahan global. Itulah alasan kenapa negara-negara memilih untuk bekerjasama secara multilateral dan kecendrungan hubungan mereka ke arah pemerintahan global lebih tergantung kepada dinamika politik domestik daripada interaksi antar negara, IGO, dan NGO. Kedaulatan suatu negara menjadi kunci variabel pemerintahan global. Piagam PBB menjelaskan bahwa kedaulatan tidak bisa dijadikan cara untuk merespon agresi dan ancaman perdamaian. International Customary dan Treaty Law juga menjadi batasan dari kedaulatan, dan secara cepat kedaulatan diinterprestasikan sebagai pembawa kewajiban termasuk kewajiban melindungi perorangan, bukan integritas suatu wilayah dan kemerdekaan. Namun dalam jaringan IGO, NGO, negara, dan individual, mereka menciptakan dan menopang pola dari kerjasama dan pemerintahan internasional. Mereka diharuskan mempengaruhi bahkan negara terbesar dan terkuat kedalam sistem, seperti sejumlah besar dalam negara kecil dan midle power. Negara ini harus memberikan nilai kepada pemerintahan global sebagai cara untuk menginduksi negara lain untuk mengubah perilaku mereka, meredefinisi kepentingan mereka, dan untuk menerima kendala tertentu, walaupun dengan jaminan yang memadai untuk sebuah timbal balik.
Untuk tujuan analisis, kita melihat peran kunci Amerika Serikat yang bermain sebagai negara dominan, negara dengan kekuasaan yang hegemon sejak perang dunia kedua dan faktor yang membentuk tersebut dicampur kedalam arsip sebagai pendukung dari multilateralisme. Kita kemudian menyelidiki beberapa peran lain yang memiliki major power. Peran seperti middle power (Canada, Australia dan India) meningkatkan pengaruhnya dengan jaringan dari Organisasi Internasional
Sebagai kekuatan dominan pasca perang dunia II, Amerika Serikat memainkan peran penting dalam membentuk struktur sistem internasional, termasuk pendirian dari banyak IGO, seperti United Nations, Institusi Bretton Woods, dan International Atomic Energy Agency (IAEA). Ketentuan dari piagam PBB sebagai contoh konsisten terhadap kepentingan-kepentingan US. Dan sampai 1960, US terhitung aktif dalam mendukung sebagian besar dari kebanyakan isu internasional. Hal ini memungkinkan bagi US untuk menggunakan PBB dan agen-agen spesial PBB sebagai instrumen dari kebijakan nasionalnya dan untuk menciptakan institusi dan peraturan yang cocok dengan kepentingan US. PBB dan NATO juga melayani politik domestik dengan menciptakan jaring dari ikatan internasional dan dukungan domestik. Konstitusi menyebabkan hal ini menjadi lebih sulit dalam administrasi, agar dapat mengembalikan kebijakan isolasionis. Sewell mengidentifikasi periode ini dari pasca perang kedua 1970 sebagai salah satu dari “unilateralisme yang agung”.
Hubungan antara US-IGO memiliki ketergantungan terhadap setidaknya 4 faktor dinamis. Pertama, hubungan tergantung kepada sifat dasar dari isu (Contoh: Penolakan Amerika terhadap kontribusi finansial UN yang tesebar lebih banyak dimana perbedaan kebijakan yang signifikan telah ada antara Amerika dan negara anggota lain. Oleh karena itu US terisolir & menjadi oposisi banyak pihak). Kedua, hubungan tergantung dari politik domestik Amerika yang dinamis temasuk pemegang kekuasaan atau presiden, hubungan eksekutif dan legislatif, lobi yang dilakukan kelompok-kelompok domestik, dan opini publik. Ketiga, hubungan IGO-US telah dijelaskan sebagian oleh budaya politik US, exeptionalisme, yang memiliki kisah panjang dalam budaya politik nasional. Akar ini dilengkapi dan diperkuat sekarang oleh Amerika yang berdiri sebagai negara super power, dan ukuran pengecualian dan kekuatan dari kemampuan militer serta ekonominya. Keempat, dari banyak sudut pandang baik dalam maupun luar, kekuatan exeptional Amerika menjelaskan ke-unilateral-an Amerika. Amerika tidak perlu melakukan tindakan dalam sistem internasional seperti negara lain. Kekuatan struktur, politik domestik, dan budaya politik merupakan pembenaran dari unilateralisme.
Pembagian negara dalam pemerintahan global : (1) Powerful States, yang tergabung didalamnya diantaranya Amerika, Rusia, China, Great Britain (Inggris), dan Perancis, Jepang, dan Jerman, yang secara ekonomi telah memberikan pengaruh bagi banyak isu-isu pemerintahan global. Peraturan-peraturan bagi negara-negara kuat ini telah berubah dari waktu kewaktu dan telah tervariasi bersama institusi regional dan global. (2) Middle States , yang tergabung didalamnya adalah Canada, Australia, Norwegia, Swedia, Argentina, Brazil, India, Nigeria, dan Afrika Selatan. Middle power state telah berperan penting dalam IGO dan pemerintahan global secara umum. Walaupun mereka tidak secara luas dianggap middle power, secara umum mereka adalah “middle” dalam term kekuatan dan ukuran. Dalam term kebijakan, mereka mengejar multilateralisme dan mengambil posisi kompromi dalam perselisihan, dan ikut dalam pembangunan koalisi untuk mengamankan reformasi dalam sistem internasional. (3) Small States, Developing States , yang tergabung didalamnya diantaranya adalah negara-negara berkembang dan negara-negara kecil. Bagi negara keci, berkembang, dan bagi semua negara, partisipasi dalam jaringan organisasi internasional tidak hanya bantuan dalam mendapatkan kebijakan asing secara langsung, tetapi juga meningkatkan jumlah kesempatan yang dapat mereka serap. Kesempatan untuk mempekerjakan ahli strategi dalam bantuan koalisi dan forum shopping adalah bagian dari diplomasi multilateral diplomasi dalam arena ini.
Diplomasi multilateral di dalam pemerintahan global : (1) Forum shopping. Secara singkat, banyak forum internasional mengartikan bahwa negara lebih sering memilih “where to take certain issues”. Meskipun beberapa isu secara logika hanya milik organisasi spesial yang relevan, peningkatan keterkaitan dari banyak isu meningkatkan kompertamentalisasi dari IGO yang ketinggalan zaman. Sebagai contoh, NGO telah secara cepat menekankan pekerja dan isu lingkungan dihubungkan dengan perdagangan seperti yang terlihat di WTO, bukan ILO atau UNEP. (2) Coalition Building. Negara menggunakan multilateral arena untuk membangun koalisi untuk menggabungkan kekuatan dan sumber daya mereka agar mendapatkan hasil yang lebih baik dari pada yang dapat mereka lakukan sendiri, common wealth merupakan contoh dari non alignment movement.
Tantangan dalam diplomasi multilateral: (1) Negoisasi Antar Budaya. Merupakan berbagai macam cara negosiasi, bahasa dan perbedaan budaya(dalam mewujudkan national interest).(2) Persilangan Budaya. Silang budaya & perbedaan bahasa menjadi variabel potensial yang penting dalam negosiasi. Silang budaya juga dapat menyebabkan konflik karena itu menjadi tantangan besar dalam negosiasi. (3) Cara Negoisasi, perbedaan negara yang memiliki gaya negosasi yang berbeda, hal ini berdasarkan nilai dari hubungan sosial, status, dan face, maksudnya adalah dalam melakukan diplomasi diharuskan berjumpa secara face to face di dalam negosisasi. (4) Persetujuan. Negara telah mengadopsi tekhnik untuk memfasilitasi persetujuan dan salah satu pendekatan yang telah digunakan dalam pengambilan keputusan adalah dengan cara konsensus. Cara ini menjelaskan suatu prosedur yang dapat mengaburkan divisi dan karenanya dapat menciptakan tindakan yang bermasalah. Cara kedua adalah power steering, dimana melibatkan kelompok kecil dari negara kunci dari pada mendapatkan negara lain untuk menerima rekomendasi mereka. Contohnya 5 member utama Dewan Keamanan. Cara ketiga adalah perbedaan signifikan dalam memfasilitasi negosiasi multilateral. Kunci individual dapat membungkam efek yang merugikan dari perbedaan kultur dan budaya melalui penggunaan dari berbagai cara negosiasi dan teknik meditasi untuk membangun acceptable bargains (tawaran yang dapat diterima). (5) Masalah kekuatan. Negara yang kuat tidak dapat diabaikan, tetapi kekuatan tidak secara langsung sama dengan kemampuan kepemimpinan dan dan kemampuan berdiplomatik. Dalam multilateralisme dibutuhkan keduanya. Maka dari itu seringkali dari muncul dari negara kecil dan bahkan tidak menutup kemungkinan muncul dari NGO atau international civil sevant.
BAB II
REVIEW

Dalam bacaan tersebut dijelaskan bahwa negara adalah aktor utama dalam suatu negara. Walaupun banyak aktor non-negara yang juga terlibat dalam pemerintahan global, tetap saja negara yang berhak mengambil keputusan. Negara-negara menciptakan International Governmental Organizations (IGO) atau Organisasi Pemerintahan Internasional, Norma Internasional, dan Hukum. Biaya operasi yang didapatkan IGO sangat bergantung kepada negara-negara yang membuatnya. Norma Internasional dan Peraturan Internasional hanya efektif untuk mengukur apakah suatu negara dapat mengikuti norma tersebut atau tidak. Sedangkan Non-Govermental Organizations (NGO) atau Organisasi Non-Pemerintahan Internasional berpartisipasi dalam konferensi antar negara, bantuan kemanusiaan, bantuan pengembangan, dan aktivitas lain yang semuanya bergantung dari persetujuan negara yang akan dibantu atau dikunjungi.
Dalam pandangan Realisme dan Liberalisme, negara adalah aktor utama dalam pemerintahan dunia, walaupun mereka membagi peran–peran dari aktor yang berbeda. Pandangan dari Neo Liberalis dan Konstruktifis, menekankan pentingnya suatu institusi, norma, dan jaringan dalam mempengaruhi suatu perilaku dari sebuah negara. Bagi Realis dan Neo Realis, hegemoni kekuasaan global dan regional telah menciptakan IGO untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan pengaruh mereka. Pola dari pemerintahan global pun sering muncul agar mendukung kekayaan dan kekuasaan, namun hasilnya tidak selalu sesuai dengan distribusi kekuasaan. Sedangkan Liberal dan Konstruktifis menilai politik memainkan peran kunci dalam membentuk kebijakan negara, komitmen internasional, dan sikap terhadap pemerintahan global. Itulah alasan kenapa negara-negara memilih untuk bekerjasama secara multilateral dan kecendrungan hubungan mereka ke arah pemerintahan global lebih tergantung kepada dinamika politik domestik daripada interaksi antar negara, IGO, dan NGO. Kedaulatan suatu negara menjadi kunci variabel pemerintahan global.

Negara-negara menggunakan organisasi internasional dengan cara yang berbeda sebagai bargaining power. Negara-negara juga dapat menggunakan organisasi internasional untuk mendapatkan cap kolektif dari penyetujuan aksi spesifik tertentu, sudut pandang dan prinsip-prinsip, cara untuk membuat peraturan baru, dan menyelesaikan perselisihan. Keberadaan organisasi global dan regional mengizinkan suatu negara untuk mencari forum terbaik untuk mengejar national interest-nya.
Untuk mengkoordinasikan partisipasi dalam berbagai IGO dan memastikan partisipasi yang efektif, banyak pemerintahan telah mengembangkan spesialisasi dalam pengambilan keputusan dan proses implementasi seperti yang telah dilakukan antar komite. Secara internasional pemerintah menyetujui norma dan prinsip-prinsip, baik dalam hak asasi manusia, hukum laut atau dagang, dan memaksa negara untuk men-set kembali kebijakan mereka jika mereka mengharapkan keuntungan dan timbal balik dari negara-negara lain. Banyak cara yang dilakukan NGO dan grup pembela transnasional yang ingin mempengaruhi negara-negara. Banyak dari interaksi tersebut tergantung dari karakteristik kebijakan domestik, seperti budaya politik, norma, dan proses kebijakan, sikap dari kelompok sosial yang berbeda, dan juga opini publik. Negara non-demokratis, contohnya, membatasi kehadiran dan kegiatan dari NGO dalam wilayah mereka dan menentang partisipasi NGO dalam pemerintahan global.
Sebagai contoh, kita melihat peran kunci Amerika Serikat yang bermain sebagai negara dominan pasca perang dunia II, Amerika Serikat memainkan peran penting dalam membentuk struktur sistem internasional, termasuk pendirian dari banyak IGO, seperti United Nations, Institusi Bretton Woods, dan International Atomic Energy Agency (IAEA). Ketentuan dari piagam PBB sebagai contoh konsisten terhadap kepentingan-kepentingan US. Dan sampai 1960, US terhitung aktif dalam mendukung sebagian besar dari kebanyakan issue internasional. Hal ini memungkinkan bagi US untuk menggunakan PBB dan agen-agen spesial PBB sebagai instrumen dari kebijakan nasionalnya dan untuk menciptakan institusi dan peraturan yang cocok dengan kepentingan US. PBB dan NATO juga melayani politik domestik dengan menciptakan jaring dari ikatan internasional dan dukungan domestik. Konstitusi menyebabkan hal ini menjadi lebih sulit dalam administrasi, agar dapat mengembalikan kebijakan isolasionis. Sewell mengidentifikasi periode ini dari pasca perang kedua 1970 sebagai salah satu dari “unilateralisme yang agung”.
BAB III
CRITICAL REVIEW

Dalam bacaan tersebut, dijelaskan berbagai macam peran negara dalam pandangan berbagai teori. Menurut Realis dan Liberalis, negara memang aktor utama dalam berbagai pengambilan keputusan. Neo Liberalis dan Konstruktifis menekankan pentingnya suatu institusi, norma, dan jaringan. Dan bagi Realis dan Neo Realis, hegemoni kekuasaan global dan regional telah menciptakan IGO untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan pengaruh mereka. Dari berbagai pandangan disini kami melihat bahwa walaupun negara adalah aktor tunggal dalam suatu sistem pemerintahan, tetapi peran dari institusi-institusi seperti perusahaan-perusahaan internasional, organisasi internasional (IGO dan NGO), tidak bisa diabaikan begitu saja. Aktor non-negara ini juga memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi kebijakan suatu negara.
Pendapat ini juga sama dalam buku “Pengantar Studi Hubungan Internasional” karangan Robert Jackson & George Sorensen. Peran institusi dalam Neo Liberal adalah bagaimana institusi memberikan insentif (dorongan) kepada negara-negara agar menciptakan interdependensi antar negara. Dengan kondisi interdependensi inilah dapat mengurangi potensi konflik dan tercipta perdamaian. Ini membuktikan bahwa Neo Liberal mengakui bahwa negara merupakan aktor utama, tapi tidak melibatkan peran institusi dibelakangnya.
Bagi Liberal dan Konstruktifis, politik memainkan peran kunci dalam membentuk kebijakan negara, komitmen internasional, dan sikap terhadap pemerintahan global. Politik dianggap penting karena dapat mempengaruhi kebijakan negara lain dalam mencapai national interest masing-masing negara. Kami juga setuju kalau politik merupakan alat menuju kekuasaan.
Dalam kasus diatas juga dijelaskan peran serta NGO yang baik karena memiliki visi dan misi untuk mensejahterakan orang atau kelompok-kelompok yang tidak mendapatkan keadilan. Seperti dalam kasus hak asasi manusia dan status wanita di China, dan kasus hak wanita untuk memperoleh tanda pengenal di Arab Saudi. Mereka akhirnya mendapatkan keadilan berkat peran NGO. Memang NGO memiliki banyak kelebihan, tapi belakangan semakin terlihat bahwa ada
NGO yang tidak transparan dan melakukan pekerjaannya didasari oleh kepentingan orang-orang atau kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan sendiri. Mereka lah yang membiayai dana operasional dari NGO tersebut sehingga kebijakan yang diambil lebih menguntungkan mereka yang berkepentingan.
Mengenai masalah Amerika, kami menganalisa bahwa sebagai negara super power dan salah satu anggota dari lima Dewan Keamanan PBB, Amerika memanfaatkannya dengan menggunakan hak veto yang terkadang merugikan negara lain, seperti serangan Amerika ke Iraq. Tapi Amerika juga tidak mau kehilangan dukungan didalam sistem internasional. Maka Amerika tercatat aktif dalam mengikuti isu internasional, agar menarik simpati dari banyak negara. Ini adalah salah satu bukti bahwa power menjadi hal yang sangat dominan disini,
Kami setuju dengan analisa peran dari negara kecil dalam jaringannya di organisasi internasional, kita dapat menyelidiki manfaat penggunaan diplomasi internasional yang dapat mengubah persamaan kekuatan, mengarah kehasil yang melayani kepentingan orang, kelompok, dan negara yang tidak memungkinkan konsiderasi kekuasaan. Negara kecil juga dapat melakukan bergain dengan negara yang memiliki major power untuk dukungan dalam isu-isu kunci sebagai bentuk pengembalian dari konsensi ekonomi.
Sedangkan bagi negara berkembang, hal yang terpenting dari IGO adalah fungsi dari agen-agen spesial dan programnya. Karena keuntungan langsung dari banyak program bantuan pengembangan, tetapi kompetisi yang berat juga akan terus terjadi, seperti saat akhir perang dingin, kelemahan dalam sumbangan, dan proliferasi dari negara baru di asia tengah serta eropa timur yang berkompetisi untuk mendapatkan sumber daya.
Bagi negara kecil dan berkembang (semua negara juga), partisipasi dalam jaringan organisasi internasional tidak hanya bantuan dalam mendapatkan kebijakan asing secara langsung tetapi juga meningkatkan jumlah kesempatan yang dapat mereka serap. Kesempatan untuk mempekerjakan ahli strategi dalam bantuan koalisi dan forum shopping adalah bagian dari diplomasi multilateral diplomasi dalam arena ini.

Pengikut