gravatar

pertahanan negara

BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini power berbagai negara selalu berkaitan dengan keamanan negara tersebut. Oleh karena itu, keamanan dapat dilihat dari beberapa faktor, pertahanan adalah salah satu faktor yang bisa digunakan untuk menilai beberapa kuat keamanan tersebut meskipun berbagai negara menggunakan beberapa bidang guna memperkuat pertahanan domestik. Makalah ini menjelaskan yang dimaksud dengan pertahanan umumnya dan Indonesia pada khususnya. Di Indonesia pada dasarnya undang-undang adalah produk hukum dengan strata tinggi, yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk membuat aturan pelaksanaan (termasuk dalam bidang pertahanan).
Tak lepas dari pertahanan keamanan Indonesia yang bermula pada tahun 1945, telah memberikan pengalaman berharga dan nilai-nilai perjuangan yang penting dihimpun dan disusun dalam suatu konsepsi pertahanan kemanan yang tangguh dan ampuh, bagi upaya dan penyelenggaraan pertahanan kemanan Negara berdasarkan falsafah bangsa dan ideologi serta dasar Negara Pancasila dan UUD RI 1945.

A. Pengertian Pertahanan Indonesia :
• Pertahanan menurut kamus besar Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1989 adalah :
1) Perihal bertahan (mempertahankan).
2) Pembelaan (negara dsb).
3) Kubu atau benteng (yang dipakai untuk membela diri atau menangkis serangan).
• Pertahanan nasional menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1989 adalah :
1) Segala usaha untuk mencegah dan menangkis lawan, melindungi dan membela kepentingan nasional terhadap segala macam paksaan dengan kekerasan dan serangan dari pihak lain.
2) Kekuatan, kemampuan, daya tahan, dan keuletan yang menjadi tujuan suatu bangsa untuk menghadapi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar ataupun dari dalam, yang secara langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
• Pertahanan negara menurut penulis sebaiknya adalah kesiapan negara untuk menghadapi ancaman yang berbentukkekerasan terhadap kedaulatan negara, disintegrasi dan keselamatan bangsa.

B. Beberapa Undang-Undang Pertahanan Indonesia Terkait Kebijakan Politik Dalam Negeri, Luar Negeri dan Stratejik :

Didasari dengan undang-undang adalah produk hukum dengan strata tinggi di Indonesia yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk membuat aturan pelaksanaan (termasuk dalam bidang pertahanan). Oleh karena itu, beberapa undang-undang pertahanan Indonesia.

• Pasal 1 ayat (3) yang tertulis "Penyelenggaraan pertahanan negara adalah segala kegiatan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara".
• Pasal 1 ayat (4) tertulis "Pengelolaan pertahanan negara adalah segala kegiatan pada tingkat strategi dan kebijakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara".
• Pasal 1 ayat (5) tertulis "Komponen utama adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan.
• Pasal 6 tertulis "Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman".
• Pasal 7 ayat (3) tertulis "Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintahan di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa".
• Pasal 16 ayat (7) tertulis "Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya serta menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan".
Dari beberapa UU tentang pertahanan Indonesia diatas dapat diberi kesimpulan bahwa lembaga seperti Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Pemerintah, Menteri, TNI dan masyarakat adalah pihak terkait untuk menjaga pertahanan Indonesia.
C. Alat Pertahanan Negara Indonesia
Alat pertahanan Indonesia yaitu POLRI dan TNI, yang sesuai dengan UU halaman 6 alinea ke 3 yang menyebutkan bahwa "Tentara Nasional Indonesia", yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat".
Dalam perjalanannya khususnya TNI yang terdiri dari AD, AU dan AL yang perannya untuk menjaga kemanan pertahanan Negara dari negara lain yang pada 10 tahun terakhir ini mengalami penurunan terkait masalah sengketa dari negara lain tentang batas wilayah. Upaya yang dilakukan saat ini oleh pemerintah yaitu meningkatkan anggaran dana yang cukup untuk TNI guna memperkuat NKRI sebagaimana kekuatan pertahanan pada masa sebelumnya yakni Indonesia yang ditakuti di Negara Asia.
Dalam merumuskan kebijakan pertahanan negara, ada beberapa prinsip yang perlu ditegakan. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan
2. Mengedepankan prinsip-prinsip humaniter
3. Memadukan strategi penangkalan, perdamaian dan pertahanan aktif
4. Mengandalkan konsep integrated armed forces









D. Alur Kebijakan Pertahanan Negara


















Pada tahap awal pemerintah merumuskan Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Perumusan ini dilakukan oleh Presiden dengan melibatkan Dewan Pertahanan Nasional. Anggota Dewan Pertahanan Nasional terdiri dari Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI, Pejabat-pejabat pemerintah dan Non Pemerintah serta Departemen Pertahanan. Kebijakan Umum Pertahanan Negara ini dioperasionalisasikan oleh Menteri Pertahanan dengan merumuskan Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara dan Kebijakan Umum Penggunaan Kekuatan TNI. Oleh Panglima TNI, seluruh kebijakan politik tentang Pertahanan Negara tersebut dijadikan pedoman untuk merencanakan pengembangan strategi-strategi militer. Perumusan dan pelaksanaaan rangkaian kebijakan pertahanan negara ini secara berkala diawasi oleh DPR.

BAB II
PEMBAHASAN STUDI KASUS:
KEBIJAKAN PERTAHANAN INDONESIA DI SELAT MALAKA
A. Selat Malaka sebagai Ancaman Terhadap Pertahanan dan Keamanan Maritim Indonesia
Selat Malaka adalah selat yang tersibuk yang hampir dapat disamakan dengan terusan Suez dan Panama. Permasalahannya adalah bahwa Selat Malaka bukanlah kepemilikan oleh satu negara, wilayah itu merupakan kepemilikan oleh tiga negara pantai (littoral state)—Indonesia, Malaysia, Singapura. Selat Malaka menghubungkan perdagangan internasional melalui kapal laut dari Afrika, Timur Tengah, Eropa dan Amerika menuju ke kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Sebagai contoh, pada 2009 perdagangan dari negara-negara Uni Eropa ke Asia Tenggara dan Timur mencapai US$ 557 milyar. Disini terlihat bahwa Selat Malaka merupakan aset yang berharga karena Indonesia dan Malaysia menjadi salah satu titik pelabuhan bagi para kapal pengangkut barang-barang asing.
Banyaknya jumlah arus lalu lintas perdagangan internasional menjadi problematisasi bagi pertahanan Indonesia. Berdasarkan UNCLOS 1982, maka pada laut wilayah atau laut teritorial, kapal-kapal asing memiliki hak lewat (innocent passages/sea land passages), namun tetap melalui izin dari negara yang memiliki yurisdiksi tersebut. Indonesia disulitkan dalam mengatur dan mengawasi kapal-kapal asing yang melewati selat ataupun bersinggah ke pelabuhan. Indonesia dituntut untuk memiliki sistem keamanan navigasi yang baik dalam memantau perairan NKRI.
Tindak kriminal yang timbul dalam perairan selat malaka adalah dari organisasi kejahatan transnasional meliputi perompakan dan perampokan senjata, pencemaran lingkungan serta penyelundupan narkoba dan senjata. Bentuk ancaman itu berdampak buruk terhadap keamanan maritim (maritime security). Berdasarkan data dari kementerian pertahanan, pada 2003 terdapat lebih dari 150 kasus penyerangan atau perompakan yang terjadi di Selat Malaka. Selain itu, pasca 9/11, Selat Malaka dianggap sebagai selat yang menjadi penghubung dan penyedia logistik (senjata) jaringan-jaringan terorisme di Asia Timur dan Tenggara. Mengancam berarti bukan hanya karena mengganggu kepentingan ekonomi negara dalam kelancaran perdagangan internasionalnya—seperti rusak dan hilangnya barang-barang perdagangan—tetapi juga berpengaruh terhadap stabilitas keamanan kawasan perairan dan juga keamanan negara itu sendiri. Selat Malaka adalah selat yang strategis, oleh karena itu Indonesia dan Malaysia sebagai pemegang otoritas yurisdiksi terhadap teritorial tersebut memiliki tanggung jawab dalam mengoperasikan keamanan maritimnya bersama-sama.

B. Joint Border Committee Indonesia-Malaysia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau adalah negara kepulauan terbesar dengan wilayah yurisdiksi laut sangat luas serta penduduk yang sangat beragam. Ancaman yang dihadapi Indonesia dapat berupa ancaman militer maupun ancaman non militer, sehingga kekuatan pertahanan diperlukan untuk menghadapi kedua jenis ancaman tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Agar bisa menghadapi ancaman yang mungkin timbul dari pihak manapun, sangat diperlukan adanya penyelenggaraan negara yang handal serta yang mempunyai daya tangkal yang tinggi. Oleh karenanya diperlukan pembangunan kekuatan dan kemampuan secara terus menerus dan berkesinambungan tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dapat bekerjasama dengan negara tetangga seperti Malaysia.
Demi mempertahankan kedaulatan Indonesia dari berbagai ancaman yang dapat menyerang dari mana saja, khususnya dari Selat Malaka, maka pada tahun 1972 diadakan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam bentuk Komite Perbatasan Bersama (Joint Border Committee/JBC) . Pada awalnya, JBC dibentuk untuk menghadapi pemberontakan komunis di perbatasan Malaysia Timur yang kala itu tengah terjadi penyebaran faham komunis di kawasan Asia Tenggara dan kebanyakan kasus penyebaran ini disertai dengan pemberontakan di wilayah tertentu yang agak jauh dari pusat pemerintahan seperti selat malaka. Tentunya hal ini dapat mengancam status kedaulatan Indonesia dan Malaysia yang notabene baru saja merdeka.
Pada tahun 1984, kerjasama ini diperbaharui dengan memasukkan patroli laut dan udara di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia dan Selat Malaka untuk penjegalan terhadap penyelundupan, perdagangan obat bius dan pemalsuan uang yang berkembang pesat khususnya melalui jalur strategis di selat malaka . Sejak 1984, jalur perbatasan selat malaka kerap kali dimanfaatkan oleh beberapa oknum pedagang antar negara ataupun imigran asing untuk memanfaatkan wilayah strategisnya untuk meraup keuntungan lebih besar dari bisnis haram yang dijalaninya seperti penyelundupan dan perdagangan obat bius dengan memanfaatkan kelengahan pengamanan pemerintah di jalur malaka tersebut. Bahkan setelah berakhirnya perang dingin, isu kejahatan transnasional melalui selat malaka ini semakin berkembang dan mengancam tidak hanya keamanan Indonesia-Malaysia, tetapi juga kawasan ASEAN, seperti adanya perdagangan manusia (human trafficking), penebangan kayu illegal, penyelundupan manusia (people smuggling) khususnya wanita yang akan dijadikan pekerja seks komersial dan anak-anak, penyelundupan senjata tajam ke berbagai wilayah konflik yang ada di Indonesia pada tahun 2003-2004 (Aceh dan Ambon) dan di sekitar kawasan ASEAN , dan kasus-kasus lainnya yang semakin berkembang dan tidak hanya terfokus pada kedua negara tersebut. Tentunya sudah menjadi kewajiban Indonesia-Malaysia untuk memperketat pengamanan di wilayah selat Malaka, karena keduanya merupakan negara yang berbatasan langsung dengan lokasi strategis tersebut. Dan karena semakin berkembangnya kasus kriminalitas yang dilakukan melalui jalur selat malaka, maka kerjasama JBC semakin dikembangkan cakupannya dengan isu-isu yang berkembang demi menjaga stabilitas keamanan masing-masing.
Hubungan bilateral Indonesia-Malaysia yang dilandasi oleh adanya semangat serumpun ini telah mendorong terus berkembangnya kerjasama kedua negara khususnya di sektor pertahanan wilayah perbatasan di selat malaka. Dengan ditambahnya poin-poin penting lainnya dalam status kerjasama JBC, semakin mempermudah pemerintah kedua belah pihak untuk menanggulangi seputar permasalahan yang terjadi di Selat Malaka. Walaupun masih terdapat beberapa masalah terkait perbatasan antara Indonesia-Malaysia, seperti garis batas territorial yang masih menjadi perdebatan, pencurian sumber daya alam oleh oknum tertentu, saling klaim wilayah pulau, dan sebagainya, hal-hal seperti ini setidaknya dapat ditanggulangi bersama oleh badan kerjasama resmi yang bersifat bilateral antara Indonesia-Malaysia seperti Joint Border Committee.

C. General Border Committee Malaysia-Indonesia
Kepemilikan bersama berarti juga memiliki tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, Indonesia dan Malaysia memikul beban bersama untuk menangani masalah keamanan pada Selat Malaka. Pada 1971, Indonesia dan Malaysia mensepakati perjanjian militer dan pertahanan pada masalah perbatasan yang dikenal dengan General Border Committee Malaysia-Indonesia (GBC Malindo). Pertemuan ini diselenggarakan tiap tahunnya secara bergilir, dan sekarang sudah menjalani 38 kali pertemuan rutin, salah satunya pertemuan ke-37 yang diselenggarakan di jakarta pada 2007.
Dampak positif dari perjanjian ini adalah pembentukan hubungan kerjasama antara kedua tentara militer yaitu TNI (Tentara Nasional Indonesia) dengan ATM (Angkatan Tentara Malaysia). Mereka melakukan koordinasi pengamanan di perbatasan melawan kegiatan-kegiatan kriminal dan ilegal. Untuk selat malaka, mereka bersama-sama mengadakan patroli dan pengawasan terhadap kapal-kapal asing. Dengan adanya kerjasama ini, maka setidaknya Indonesia dapat menutupi kekurangannya terhadap alat navigasi dan alutsista.

D. Strategi Kebijakan Keamanan Maritim Indonesia dengan Malaysia
Indonesia dan Malaysia sebagai negara pantai tidak bisa menghentikan kegiatan negara di perairan internasional Selat Malaka (Internasionalisasi Selat Malaka). Indonesia dan Malaysia dirugikan secara finansial karena mereka harus menangggung segala beban untuk mengawasi seluruh kapal asing dan konsekuensi jalur perdagangan internasional. Wilayah Indonesia dan Malaysia bukan hanya dilewati secara bebas namun juga sangat mungkin dirusak.
Komunitas internasional hanya menikmati segala keuntungan yang didapatkannya pada jalur laut, yang menderita adalah negara-negara pantai di Selat Malaka yang mengalami berbagai polusi lingkungan seperti pencemaran minyak oleh kapal yang juga berdampak terhadap kehidupan lingkungan sekitar pantai. Sulit untuk dapat mengembalikan keadaan lingkungan perairan seperti keadaan semula atau akan membutuhkan biaya yang besar.
Keamanan Selat Malaka adalah milik seluruh pengguna selat tersebut. Negara pantai yang memiliki otoritas tidak bisa menjamin keamanan para kapal dari segala ancaman yang mungkin terjadi—seperti perompakan, penyelundupan obat atau imigran ilegal. Oleh karena itu, negara-negara pantai pada 2005 melalui bantuan IMO (International Maritime Organization) menyepakati perjanjian Jakarta Meeting. Isi dari kesepakatan itu secara spesifik menyatakan kesediaan negara-negara pantai untuk membuka bantuan dari negara-negara pengguna perairan Selat Malaka dalam upaya peningkatan keamanan perairan. Atau dengan kata lain, negara-negara yang intens seperti Jepang, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab berhak memberikan bantuan untuk menjamin keselamatan dan keamanan kapal-kapalnya—menjaga kepentingan ekonominya.
Namun, tentu saja penegak hukum adalah negara-negara pantai. Negara-negara pengguna tidak diperbolehkan untuk ikut intervensi dalam pengoperasian, pengawasan, patroli dan bertindak langsung kepada para pelanggar seperti organisasi kejahatan transnasional. Semua itu adalah hak dari para negara pantai, itu merupakan pencerminan dari sovereignty. Negara pengguna hanya diperbolehkan memberikan segala bantuan kapabilitas, instrumen dan alat-alat operasional kepada negara pantai. Sebagai contoh Amerika Serikat memberikan teknologi radar IMSS yang memudahkan pengawasan terhadap kapal-kapal yang masuk Selat Malaka.
Penerimaan bantuan tersebut merupakan strategi Indonesia dan Malaysia sebagai negara pantai yang memiliki otoritas terhadap Selat Malaka. Walau mereka menerima keuntungan dari banyaknya kapal yang berlabuh dan perdagangan jalur laut internasional, namun mereka menerima kerugian dari pengawasan dan penegakan hukum dalam pertahanan nasional, keamanan maritim dan keselamatan lingkungannya. Dengan demikian, bantuan-bantuan dari negara lain merupakan hal yang menguntungkan bagi Indonesia dan Malaysia selama negara pengguna (komunitas internasional) tidak ikut serta dalam pelatihan dan operasi militer di perairan Selat Malaka. Bagi Indonesia, hal tersebut juga sebagai wujud pelaksanaan prinsip politik luar negeri ‘bebas aktif’.

E. Tantangan dan Arah Kebijakan
• Belum komprehensifnya kebijakan dan strategi pertahanan.
Hal ini dibuktikan dari penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati kedua negara. Ketidak jelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan.
• Belum mantapnya partisipasi masyarakat (civil society) dalam pembangunan pertahanan.
• Kurang memadainya sarana dan prasarana, peningkatan profesionalisme serta rendahnya kesejahteraan anggota TNI.
• Rendahnya kondisi dan jumlah Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista).
Berdasarkan hitungan jumlah tank, ACV dan arteleri dapat diketahui bahwa Alusista TNI AD saat ini berjumlah 1.919 unit. Berdasarkan uraian tentang postur Alusista TNI AD yang ideal dilihat dari jumlah komposisi, spesifikasi tank ACV, artileri, total alusista TNI AD menjadi sebanyak 41.886 unit. Jumlah Alusista sebanyak ini membuat TNI AD menjadi kekuatan tentara terbesar di Asia Tenggara dan nomor dua di Asia Pasifik setelah Rusia. Namun sayangnya, pemerintah hanya meloloskan sekitar 30% dari kebutuhan nyata TNI AD yang berjumlah US$ 18,53 Milyar dengan hanya memberikan US$ 5,56 Milyar (data pada tahun 2006).
• Belum tercukupi anggaran pertahanan secara minimal (anggaran pertahanan Indonesia hanya 1,1 % dari PBD/Produk Domestik Bruto atau 5,7 % dari APBN)

BAB III
KESIMPULAN

Selat Malaka sebagai perairan yang menjadi lalu lintas perdagangan Internasional merupakan wilayah strategis untuk melakukan perdagangan antar negara dan menjadi salah satu selat terpadat dalam lalu lintas perairan seperti Terusan Suez. Sebagai negara pantai pemilik selat malaka ini, Indonesia-Malaysia mempunyai kewajiban khusus untuk menjaga stabilitas keamanan dan pertahanan di wilayah tersebut, karena berbagai ancaman bisa saja terjadi jika terdapat kelengahan dari pengamanan selat malaka seperti ancaman dari perompak kapal, imigran gelap dan penyelundupan senjata tajam. Meskipun Indonesia dan Malaysia dirugikan secara finansial karena harus menangggung segala beban untuk mengawasi seluruh kapal asing dan konsekuensi jalur perdagangan internasional, namun sudah menjadi kewajiban bagi keduanya untuk menjaga keamanan agar terhindar dari ancaman serangan atas kedaulatan Indonesia dan Malaysia dari pihak asing.
Dengan adanya bantuan dari IMO (International Maritime Organization) yang disepakati pada perjanjian Jakarta Meeting, Indonesia, Malaysia dan negara pantai lainnya di Asia Tenggara bersedia menerima bantuan untuk menjaga keamanan perairan dari negara-negara yang intens seperti Jepang, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab berhak memberikan bantuan untuk menjamin keselamatan dan keamanan kapal-kapalnya—menjaga kepentingan ekonominya. Namun, tentu saja penegak hukum adalah negara-negara pantai. Negara-negara pengguna tidak diperbolehkan untuk ikut intervensi dalam pengoperasian, pengawasan, patroli dan bertindak langsung kepada para pelanggar seperti organisasi kejahatan transnasional. Semua itu adalah hak dari negara pantai, dan merupakan pencerminan dari sovereignty.
Dampak positif dari perjanjian JBC dan GBC ini adalah pembentukan hubungan kerjasama antara kedua tentara militer yaitu TNI (Tentara Nasional Indonesia) dengan ATM (Angkatan Tentara Malaysia). Mereka melakukan koordinasi pengamanan di perbatasan melawan kegiatan-kegiatan kriminal dan ilegal. Untuk selat malaka, mereka bersama-sama mengadakan patroli dan pengawasan terhadap kapal-kapal asing. Dengan adanya kerjasama ini, maka setidaknya Indonesia dapat menutupi kekurangannya terhadap alat navigasi dan alutsista.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Irsan, Abdul. Indonesia di Tengah Pusaran Globalisasi. 2007. Jakarta: Grafindo.
Guan, Kwa Chong dan John K. Skogan Maritime Security in Southeast Asia. 2007. New York: Routldge
Yusuf , Chandra Motik. Negara Kepulauan Menuju Negara Maritim. 2010. Jakarta: Lembaga Laut Indonesia.


Website :
Conie Rahakundinie Bakrie, Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal diakses dari http://books.google.co.id/books?id=ipwN_Dg8tJUC&pg=PA176&lpg=PA176&dq=jumlah+alutsista+tni&source=bl&ots=VSaqxoTnEr&sig=qu7Iggj7XemmmCw0kXkqZcmikLY&hl=id&ei=f7TATekPJGIrAe628ztBw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4&ved=0CDEQ6AEwAw#v=onepage&q=jumlah%20alutsista%20tni&f=false pada 03/05/2011
http://bataviase.co.id/node/275073 diakses pada 02/05/2011
http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=2&vnomor=15 diakses pada 03/05/2011
http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=7788 diakses pada 02/05/2011.
http://www.kemlu.go.id/_layouts/mobile/PortalDetail-NewsLike.aspx?l=id&ItemId=aa2d0627-c3b7-47a4-b389-da5bca18dd54 diakses pada 02/05/2011
http://www.kemlu.go.id/Lists/BilateralCooperation/DispForm.aspx?ID=172&l=en diakses pada 02/05/2011
http://hankam.kompasiana.com/ diakses pada 03/05/2011
http://www.kbrimalaysia.com/ diakses pada 03/05/2011
Tim Pokja ProPatria, November 2004 – Januari 2005 diakses pada 03/05/2011 http://www.propatria.or.id/loaddown/Kajian Kritis/Tata Kewenangan dan Struktur Organisasi Penyelenggaran Pertahanan Negara.pdf

Pengikut